Jumat, 30 September 2011

IKHLAS

Rasulullah menatap satu persatu para sahabat yang sedang berkumpul dalam suatu majelis, hening dan tawadlu. "Ya Rasulullah", ujar salah seorang hadirin memecahkan keheningan. " Bila pertanyaanku ini tidak menimbulkan kemarahan bagi Allah, sudilah engkau untuk menjawabnya". "Apa yang hendak engkau tanyakan itu", tanya Rasulullah dengan nada suara yang begitu lembut. Dengan sikap yang agak tegang si sahabat itupun langsung bertanya: "Siapakah diantara kami yang akan menjadi Ahli Surga?"
Tiba-tiba, bagai petir menyambar, jiwa-jiwa yang tadinya tawadlu, nyaris menjadi luka karena murka. Pertanyaan yang sungguh keterlaluan, sebagian sahabat menilainya mengandung ujub (bangga atas diri sendiri) atau riya'. Adalah Ummar bin Khattab yang sudah terlebih dahulu bereaksi, bangkit untuk menghardik si penanya tersebut. Untunglah Rasulullah menoleh ke arahnya sambil memberi isyarat untuk menahan diri.
Rasulullah menatap ramah, dan dengan tenangnya menjawab:"engkau lihatlah ke arah pintu, sebentar lagi orangnya akan muncul".
Lalu setiap pasang matapun menoleh ke ambang pintu, dan setiap hati bertanya-tanya, siapakah gerangan orang yang disebut Rasulullah sebagai Ahli Surga itu. Sesaat berlalu dan orang yang mereka tunggupun muncul.
Takala orang itu mengucapkan salam kemudian bergabung ke dalam majelis, keheranan para sahabat semakin bertambah. Jawaban Rasulullah rasanya tidak sesuai dengan logika mereka. Sosok orang tersebut, tidaklah lebih dari seorang pemuda sederhana yang tidak pernah tampil di permukaan. Ia adalah sepenggal wajah yang tidak pernah mengangkat kepala bila tidak ditanya dan tidak pernah membuka suara bila tidak diminta. Ia bukan pula termasuk dalam daftar sahabat dekat Rasulullah. Apa kehebatan pemuda ini? Setiap hati menunggu penjelasan Rasulullah.
Menghadapi kebisuan ini, Rasulullah bersabda: "Setiap gerak-gerik dan langkah perbuatannya "IKHLAS" hanya semata-mata mengharapkan ridla Allah SWT. Itulah yang membuat Allah menyukainya".
Bagai sembilu, menusuk tajam dada mereka, serentak setiap hati para sahabat bermuhasabah. "IKHLAS", alangkah indahnya ma'na yang terkandung di dalamnya. Ikhlas membersihkan dari segala maksud-maksud pribadi, bersih dari segala pamrih dan riya', bersih dari harap dan kecewa, bebas dari segala simbol-simbol pribadi atau kelompok, bebas dari pada perhitungan untung dan rugi secara material. Ikhlas, bersih dari segala hal yang tidak disukai Allah.
Ikhlas dalam menjadikan Allah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa Alam Semesta, ikhlas dalam menjadikan Allah satu-satunya Dzat yang disembah, ditakuti, dan dicintai. Ikhlas menerima Muhammad SAW sebagai teladan, panutan, penyampai risalah Islam yang sempurna, dan ikhlas menerima Al-Qur'an sebagai pedoman hidup.
Semua hati kembali tawadlu, membisu, sebagian berkaca-kaca, air mata mengembang, menelusuri niat dalam hati, khawatir adanya bisikan yang mengendap dan menutupi hati dari keikhlasan.

Ikhlas adalah salah satu tiang akhlaq islami, tanpa Ikhlas maka amal akan lenyap, bagai buih membentur karang, setiap amal perbuatan yang tidak didasari dengan keikhlasan maka akan sia-sia, tidak ada nilainya disisi Allah.
Inilah kualitas paripurna kemurnian hati, hanya pada Allah SWT kita serahkan hidup dan mati kita. Allah berfirman, Katakanlah: Sesungguhnya Sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS: Al-An’am ; 162). Wallahu a'lam bisshowab.

Senin, 26 September 2011

KOMITMEN DALAM DA'WAH


Saudaraku.... 
Perjalanan ini memang panjang dan melelahkan. Terkadang, mungkin kita terengah-engah kehabisan nafas untuk terus menapakkan kaki hingga sampai ke tujuan. Terkadang, mungkin kita terseok-seok merasa tak kuat dan hampir tertinggal oleh derap serta gerak para kafilah da'wah itu. Terkadang, mungkin kita tersandung dan terjatuh oleh aral dan kesulitan perjalanan.

Saudaraku yang dirahmati Allah,
Tak satupun di antara kita yang tak pernah mengalami suasana perasaan seperti itu. Hampir semua kita, sekokoh apapun kepribadiannya, pasti akan mengalami situasi lemah dan merasa kekurangan tenaga. Memang demikianlah jiwa manusia, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah SAW dalam salah satu hadits shahih, bahwa keimanan itu ada kalanya bertambah dan berkurang. Ia bertambah karena amal shalih, dan berkurang karena kemaksiatan.

Tapi ingat saudaraku,
Selama kita berusaha berada dalam kafilah ini, insya Allah kelemahan dan kekurangan kita tidak akan mampu menjatuhkan kita. Selama kita tetap komitmen bergerak dalam orbit komunitas jama'ah da'wah, insya Allah kita menerima banyak keistimewaan dan barakah. Selama kita tetap memelihara hubungan baik dengan kafilah da'wah, insya Allah semua kelalaian dan penyimpangan kita kemungkinan besar akan dapat diluruskan dan kembali kepada jalan yang benar. Kesimpulannya, kita baru akan jatuh terpuruk, tenggelam, dan terseret oleh arus yang lain, tatkala kita berada di luar arus atau orbit jama'ah da'wah.

Salah satu berkah hidup bersama orang-orang sholih adalah, mereka selalu mampu memberi nasihat dan pencerahan hati bagi orang yang duduk bersamanya. "Sebaik-baik sahabat adalah, orang yang bila engkau melihatnya, menjadi kamu mengingat Allah", Begitulah sabda Rasulullah SAW. Renungkanlah perkataan Rasulullah tersebut. Sekedar melihat seorang teman yang shalih akan memberi cahaya keshalihan yang berbeda dalam diri orang yang melihatnya.
Saudaraku para kafilah da'wah,
Melihat orang lain yang lebih tinggi kadar ibadah, zhuhud, jihad, dan ilmunya, pasti akan memberi pengaruh yang besar dalam diri kita. Merekalah yang akan mempengaruhi zhuhud kita, ibadah dan jihad kita. Karenanya, para sahabat generasi pertama disebut sebagai generasi istimewa, antara lain lantaran mereka senantiasa hidup bersama Rasululluh SAW. Ada orang salaf mengatakan, "Jika aku merasakan kekesatan hati, maka aku segera pergi dan melihat wajah Muhammad bin Wasi'" (Nuzhatul Fudhola, 1/526). Ibnul Mubarak juga  mengatakan, "Jika aku melihat wajah Fudhail bin Iyadh, aku biasanya menangis".

Itulah salah satu prinsip yang dipegang oleh orang-orang shalih terdahulu. Bagi mereka, bertemu dengan saudaranya adalah bekal spirit yang dapat membekali kebangkitan ruhani mereka. Dan memang demikianlah yang terjadi.

Simaklah kisah yang disampaikan oleh Ibnul Qosim, salah satu ulama fiqih di Mesir yang wafat tahun 191 H. "Aku pernah mendatangi Imam Malik sebelum waktu fajar. Aku tanyakan dia tentang dua masalah, tiga masalah, empat masalah, dan saya benar-benar melihatnya dalam suasana lapang. Kemudian aku mendatanginya hampir setiap waktu sahur. Terkadang karena lelah, mataku terkatuk dan aku tertidur. Ketika Imam Malik keluar Mesjid aku tidak mengetahuinya. Kemudian aku dibangunkan oleh pembantunya sambil mengatakan, "Gurumu tidak tertidur seperti kamu. Padahal saat ini usianya telah mencapai 49 tahun. Setahuku ia nyaris tidak shalat subuh dengan wudhu yang dipakai untuk shalat Isya'.". (Tartibul Madarik, 3/250)."

Saudaraku,
Apa yang terlintas dan terbetik dalam jiwa kita tatkala mendengar kisah di atas? Subhanallah. Riwayat-riwayat seperti itu banyak disampaikan dalam atsar, sehingga sulit bagi kita untuk tidak menerimanya sebagai suatu kebenaran. Disebutkan di sana, wudhu' Imam Malik tidak batal sepanjang malam, dalam rentang waktu hampir separuh abad. Kondisi seperti ini biasa dilakukan pada malam-malam musim panas. Artinya, Imam Malik rela untuk menyedikitkan makan dan minum sepanjang hari sehingga ia mampu memelihara wudhunya.

Salah satu salafus shalih bercerita,"Aku pernah bangun pada waktu sahur untuk mempelajari Al Qur'an kepada Ibnu Akhram, seorang ulama Damaskus. Tapi ternyata kehadiranku telah didahului oleh sekitar 30 orang. Dan aku belum memperoleh giliran sampai datang waktu ashar" (Nuzhatul Fudhola, 2/1145). Kebiasaan waktu itu, satu orang diberi giliran untuk mempelajari Al Qur'an sekitar 2 halaman. Lihatlah terhadap kesabarannya yang luar biasa untuk menanti giliran membaca 2 halaman Al Qur'an dari sebelum fajar hingga waktu ashar. Yang lebih mengherankan lagi, kedatangannya sebelum fajar telah didahului oleh kurang lebih 30 orang.

Saudaraku,
Membaca dan menelaah kehidupan orang-orang shalih juga mempu membangkitkan semangat baru dalam diri kita. Bisa dikatakan, membaca dan menelaah kehidupan mereka, hampir sama dengan kita menziarahi dan berhadapan dengan mereka sehingga kitapun menerima barokah dari Allah karenanya.

Karenanya Imam Abdul Jauzi Ra mengatakan, "Aku berlindung kepada Allah dari hidup orang yang tidak punya cita-cita tinggi hingga bisa diteladani oleh orang lain yang tidak punya sikap wara' yang bisa ditiru oleh orang yang ingin berzuhud. Demi Allah, hendaklah kalian mencermati peri laku suatu kaum, mendalami sifat dan berita tentang mereka. Karena dengan memperbanyak meneliti kitab-kitab mereka adalah sama dengan melihat mereka. Bila engkau mengatakan telah mendalami 20.000 jilid buku, berarti engkau telah melihat mereka melalui kajian engkau terhadap tingkat semangat mereka, kepandaian mereka, ibadah mereka, keistimewaan ilmu yang tidak pernah diketahui oleh orang yang membacanya........" (Qimatuz zaman ‘indal ‘ulama: 31).

Saudaraku,
Seringlah mengunjungi saudaramu dalam jalan ini. Jangan jauhkan mereka dari hati. Sering-seringlah berkunjung, bertatap muka, dan memandang wajah mereka. Di sanalah engkau akan menemui berkah hidup berjama'ah yang dapat memberi bekal bagi jiwa agar kita dapat melanjutkan perjalanan ini sampai tujuan terakhir ............ Ridho Allah dan Syurga-Nya.

( Dikutip dari : Muhammad Nursani - Tarbawi Edisi 10 Th. II )