Ikhwah Fillah…
Hadist berikut ini berupa
arahan Nabi untuk kita dalam meniti
perjalanan hidup yang lika-liku, dan dipenuhi dengan onggak, batu, duri serta
ditaburi dengan gemerlapnya dunia.
Dari Ibnu Umar ra, berkata
“ Rasulullah memegang pundakku dan berkata: Jadilah engkau di Dunia ini
seperti orang asing bahkan jadilah seperti seorang Musafir” (HR.Bukhari)
Hadits ini menerangkan
kepada orang-orang beriman bagaimana seharusnya ia berinteraksi dengan dunia,
ini merupakan arahan dari Rasul saw kepada Ibnu Umar dan kepada kita semua
tentunya, yaitu hendaknya kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini seperti
seorang musafir, bukan saja seperti orang asing, karena bisa jadi orang
asing (pendatang) lebih betah dari pada
penduduk asli, maka Rasul saw mempertegas hal tersebut dengan menyebutkan “
Bahkan jadilah seperti seorang musafir” Apa maksud dari hadist tersebut?
Ikhwah Fillah…
Maksud hadist tersebut,
itu bisa dijelaskan dengan terlebih dahulu kita fahami apa itu makna musafir,
dan apa saja yang dilakukan seorang musafir.
Musafir adalah orang yang
melakukan perjalanan dari satu tempat ketempat lain, ada beberapa hal yang
biasa dilakukan oleh seorang musafir.
1. Seorang musafir pada umumnya jauh dari keluarga dan
saudaranya, karenanya dia tidak akan ketergantungan dengan orang lain, seorang musafir akan menyandarkan dan menggantungkan
hidupnya hanya kepada Allah swt, berbeda dengan orang yang tinggal di kampungnya
sendiri, biasanya hidup bersama dengan keluarga atau saudaranya, dan pada
umumnya hidupnya selalu tergantung pada orang lain yaitu keluarga dan saudaranya.
Jadi yang dimaksud hadist tersebut jadilah engkau seperti seorang musafir yaitu
Agar kondisi hati kita selalu tergantung dan berharap hanya kepada Allah
swt, tidak kepada yang lain. Bahkan
memohon dan bergantung pada selain Allah yang disertai ketundukan termasuk
dalam perbuatan Syirik (mensekutukan Allah)
2. Seorang musafir dalam perjalanannya tidak membawa
seluruh hartanya, kecuali yang ia perlukan dalam perjalanannya, dia tidak
membawa perabotan rumahnya ,dia tidak membawa alat-alat tempat tidur dan
perabot dapurnya. Bahkan ia tidak membawa seluruh pakaian dan bukunya. Karena
apabila ia bawa itu semua akan menyebabkan ia tidak bisa melanjutkan perjalannya,
atau paling tidak akan menghambat perjalannya. Begitu pula harusnya yang kita lakukan, hanya mengambil di dunia ini
apa-apa yang bisa membantu kita dalam mencapai tujuan hidup kita, yaitu meraih
ridho Allah SWT, dan harus meninggalkan hal-hal yang dapat menghambat keridhoan
Allah.
3. Seorang musafir tidak menjadikan jalan sebagai tujuan,
akan tetapi sebagai sarana yang digunakan untuk mencapai tujuannya kesuatu
tempat. Begitu pula kita seharusnya dalam berinteraksi dengan dunia,
menjadikan dunia sebagai sebuah sarana untuk mencapai tujuan perjalanan kita
yaitu bertemu dengan Allah SWT. Jangan
menjadikan dunia sebagai tujuan, karena dunia bukan tempat akhir perjalan kita,
cepat atau lambat dunia akan kita tinggalkan.
4. Seorang musafir merasakan setiap langkah yang
diayunkan dan setiap menit yang dilewatkan, telah menjauhkan dirinya dari titik
awal ia berangkat dan akan semakin
mendekatkan dirinya ke titik akhir perjalanannya. Misalkan ia pergi dengan menggunakan
kendaraan, dia merasakan telah melewati jarak sekian kilometer sehingga sisa perjalanannya
tinggal sekian kilometer lagi.
Begitupula seharusnya yang kita rasakan,
semakin bertambah usia, pada hakekatnya semakin berkurang sisa umur kita, dan semakin mendekati titik akhir perjalanan
hidup yaitu kematian. Maka kita harus selalu dalam kondisi siap
apabila perjalanan hidup kita berakhir sampai disini. Inilah makna perkataan
Ibnu Umar ra setelah dia menerima hadits tersebut “ Apabila kamu berada
dipagi hari janganlah menunggu sampai sore hari, apabila kamu berada di sore
hari janganlah menunggu sampai pagi hari, dan gunakanlah kesehatan mu untuk
mempersiapkan menghadapi masa sakitmu dan gunakanlah kehidupanmu sebelum
datangnya kematianmu”.
Dan
dalam sebuah hadits Rasul saw pun menegaskan
“Gunakanlah yang lima sebelum
datang yang lima lainnya, masa hidupmu sebelum datang matimu, masa sehatmu
sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, waktu
luangmu sebelum datang waktu sibukmu,”
5.
Seorang
Musafir ketika menempuh perjalanannya ia harus berhenti diterminal-terminal
yang disitu ia mengisi perbekalannya, baik makanan maupun bahan bakar
kendaraannya, kalau hal itu ia tidak lakukan maka ia tidak bisa melanjutkan
perjalanannya. Begitu pula kita, harus selalu memenuhi diri dengan
perbekalan agar kita dapat menempuh perjalanan ini sampai ketujuan. Dan
perbekalan itu adalah Taqwa, Firman Allah “Berbekalanlah, sesungguhnya sebaik-baiknya
bekal adalah Taqwa....” (QS: 2; 197). Dan bekal itu bisa kita dapatkan dalam
Majelis ilmu, dzikir, dan segala amal ibadah sebagai bentuk ketaatan kita pada
Allah, juga setiap usaha untuk menjauhkan atas semua larangan Allah. Tabiat
perjalanan seorang manusia tak ubahnya seperti perjalanan seorang musafir yang
tidak akan pernah sepi dari problematika, misalnya berupa cuaca yang kurang
bersahabat, atau kendaraan yang rusak atau tubuh yang keletihan bahkan mungkin
sakit. Begitu pula orang beriman, di dunia ini pasti akan menghadapi berbagai
macam ujian dan problema, terlebih orang yang berjalan menuju keridhoan Allah
swt. Rasulullah dalam sebuah hadits mengungkapkan “ Jalan menuju ke neraka akan dihiasi dengan syahwat (Kenikmatan yang menipu) sebaliknya jalan
menuju ke syurga akan dihiasi dengan Makarih (Hal-hal yang tidak menyenangkan).
(HR.Bukhari).
Demikian Ikhwah Fillah… Semoga Allah senantiasa
membimbing kita dalam meniti jalan kehidupan ini, agar kita tetap dalam koridor
jalan yang lurus, dan segala onggak, batu, duri atau rintangan yang lainnya,
tidak membuat kita tergelincir dalam jurang kehancuran, Problem dan ujian
seberat apapun bila kita hadapi dengan tetap istiqomah dijalan Allah dan mengharap
petunjuk serta bantuan Nya, Insya Allah semua akan ada jalan keluarnya. Allah
berfirman “Sesungguhnya sesudah kesulitan
itu ada kemudahan” (QS: 94 ; 6 )
Tetap semangat dalam meraih Mardhotillah…